Tampilkan postingan dengan label STORY. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label STORY. Tampilkan semua postingan

cerita rakyat - Sangkuriang Jawa Barat - Indonesia

LAYANAN WARNET GANANET
Sangkuriang
Jawa Barat - Indonesia
Sangkuriang


Sangkuriang merupakan sebuah legenda yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Sunda di Jawa Barat, Indonesia. Legenda ini mengisahkan perjuangan seorang pemuda bernama Sangkuriang untuk mendapatkan cinta dari seorang wanita cantik, yang tak lain adalah ibu kandungnya sendiri yang bernama Dayang Sumbi. Alhasil, keduanya pun bersepakat untuk menikah. Namun, setelah mengetahui bahwa Sangkuriang adalah putranya sendiri, Dayang Sumbi berusaha untuk menggagalkan pernikahan mereka dengan berbagai upaya. Upaya apa saja yang dilakukan Dayang Sumbi untuk menggagalkan pernikahannya dengan Sangkuriang? Lalu, mengapa Dayang Sumbi bersikeras untuk menggagalkan pernikahan tersebut? Ikuti kisahnya dalam cerita Sangkuriang berikut ini!

* * *

Alkisah, di daerah Jawa Barat, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Sungging Perbangkara. Ia sangat gemar berburu binatang di hutan. Suatu hari, seusai berburu, Prabu Sungging membuang air kecil (pipis) pada daun caring (keladi hutan). Saat ia meninggalkan tempatnya buang air kecil, tiba-tiba seekor babi yang bernama Wayungyang datang meminum air seninya yang tergenang di daun keladi itu. Rupanya air seni Prabu Sungging mengandung sperma sehingga menyebabkan Wayungyang hamil. Beberapa bulan kemudian, Wayungyang pun melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik jelita. Setelah membersihkan tubuh bayi itu dengan menjilatnya, Wayungyang meletakkannya di atas batu besar di balik semak-semak, dengan harapan ayahnya (Prabu Sungging) akan menemukannya.

Ternyata harapan Wayungyang tercapai. Tak berapa lama setelah ia meninggalkan bayi itu, Prabu Sungging lewat di tempat itu dan mendengar ada suara tangisan bayi dari arah semak-semak. Dengan hati-hati, Prabu Sungging berjalan perlahan-lahan mendekati sumber suara itu dan mendapati seorang bayi perempuan mungil dan berparas cantik tergeletak di atas sebuah batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia pun membawa pulang bayi itu ke istana. Sang Prabu memberinya nama Dayang Sumbi. Ia merawat dan membesarkan Dayang Sumbi dengan penuh kasih sayang.

Waktu terus berjalan. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Selain cantik, ia juga sangat mahir menenun dan pandai memasak. Tak heran jika para raja dan pangeran silih berganti datang melamarnya. Namun, tak satu pun lamaran yang diterimanya. Ia tidak ingin terjadi pertumpahan darah di antara para raja dan pangeran tersebut dengan hanya menerima salah satu pinangan dari mereka. Akhirnya, dengan restu sang Prabu, Dayang Sumbi mengasingkan diri ke sebuah hutan lebat yang terletak jauh dari istana. Sang Prabu membuatkannya sebuah pondok di pinggir hutan dan menyiapkan alat-alat tenun kesukaannnya. Di pondok itulah, Dayang Sumbi menghabiskan waktunya sambil menenun kain.

Pada suatu malam, ketika Dayang Sumbi sedang menenun kain, tiba-tiba segulungan benangnya terjatuh dan berguling ke luar pondoknya. Karena malam sudah larut, ia merasa takut untuk mengambil gulungan kain itu. Tanpa disadarinya tiba-tiba terlontar ucapan dari mulutnya.

“Siapapun yang mau mengambilkan benang itu untukku, jika dia perempuan akan kujadikan saudara, dan jika dia laki-laki akan kujadikan suamiku,” ucapnya.

Tanpa diduga sebelumnya, tiba-tiba seekor anjing jantan berwarna hitam datang menghampirinya sambil membawa gulungan benang miliknya. Namun, apa hendak dikata, ia sudah terlanjur berucap. Ia harus menepati janjinya.

“Baiklah, Anjing. Aku akan mempertanggung jawabkan ucapanku. Meskipun kamu seekor anjing, aku tetap bersedia menjadi istrimu,” kata Dayang Sumbi.

Mendengar perkataan Dayang Sumbi, anjing hitam itu tiba-tiba menjelma menjadi seorang pemuda yang sangat tampan. Dayang Sumbi sangat terkejut dan heran menyaksikan kejadian itu.

“Hei, kamu siapa dan dari mana asal-asulmu?” tanya Dayang Sumbi penasaran.

“Maaf, Tuan Putri! Saya adalah titisan Dewa,” jawab pemuda itu.

Akhirnya, Dayang Sumbi dan pemuda tampan itu saling jatuh dan menikah. Keduanya bersepakat untuk merahasiakan hubungan mereka kepada siapa pun, termasuk kepada Prabu Sungging Perbangkara. Sejak saat itu, ke mana pun Dayang Sumbi pergi, ia selalu ditemani oleh suaminya. Dayang Sumbi memanggilnya dengan si Tumang.

Setelah setahun menikah, mereka pun dikaruniai seorang anak laki-laki yang tampan. Mereka memberinya nama Sangkuriang. Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang rajin dan pandai. Setiap hari, ia ditemani si Tumang pergi ke hutan untuk berburu rusa dan mencari ikan di sungai. Namun, ia tidak menyadari bahwa anjing yang selalu menenaminya itu adalah ayah kandungnya sendiri.

Pada suatu hari, Sangkuriang pergi berburu rusa ke tengah hutan. Hari itu, ia sangat berharap bisa mendapatkan hati seekor rusa untuk dipersembahkan kepada ibunya. Sudah hampir seharian ia berburu, namun tak seekor binatang buruan pun yang menampakkan diri. Sangkuriang pun mulai kesal dan memutuskan untuk berhenti berburu. Ketika akan pulang ke pondoknya, tiba-tiba seekor rusa berlari melintas di depannya. Ia pun segera memerintahkan si Tumang untuk mengejarnya.

“Tumang! Ayo kejar rusa itu!” seru Sangkuriang.

Beberapa kali Sangkuriang berteriak menyuruhnya, namun si Tumang tetap tidak beranjak dari tempatnya. Ia pun semakin kesal melihat kelakuan si Tumang.

“Hei, Tumang! Apa yang terjadi denganmu? Kenapa kamu tidak mau menuruti perintahku?” bentak Sangkuriang sambil mengancam si Tumang dengan panahnya.

Tanpa disadarinya, tiba-tiba anak panahnya terlepas dari busurnya dan tepat mengenai kepala si Tumang. Anjing itu pun tewas seketika. Sangkuriang kemudian mengambil hati si Tumang untuk dipersembahkan kepada ibunya. Sesampainya di pondok, ia menyerahkan hati itu kepada ibunya untuk dimasak. Setelah menyantap hati itu, tiba-tiba Dayang Sumbi teringat pada si Tumang. Ia pun menanyakan keberadaan si Tumang.

“Mana si Tumang? Bukankah tadi dia pergi bersamamu?” tanya Dayang Sumbi dengan cemas.

“Maaf, Bu! Saya telah membunuhnya. Hati yang ibu makan itu adalah hati si Tumang,” jawab Sangkuriang dengan tenang, tanpa merasa bersalah sedikit pun.

Seketika itu pula Dayang Sumbi menjadi murka. Ia sangat marah karena Sangkuriang telah membunuh ayah kandungnya sendiri.

“Apa katamu? Kamu telah membunuhnya? Dasar anak tidak tahu diri!” seru Dayang Sumbi seraya memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi hingga berdarah dan meninggalkan bekas.

Sambil menangis tersedu-sedu, Sangkuriang berusaha untuk membela diri. Ia merasa bahwa dirinya tidak bersalah. Ia melakukan semua itu tidak lain hanya untuk menyenangkan hati ibunya. Akan tetapi, Dayang Sumbi menganggap dia telah melakukan kesalahan besar, karena membunuh ayah kandungnya sendiri. Namun, Dayang Sumbi tidak mau menceritakan hal itu kepada Sangkuriang, karena takut rahasianya terbongkar. Merasa ibunya tidak lagi sayang kepadanya, Sangkuriang pun pergi mengembara dengan menyusuri hutan belantara.

Sejak itu, Dayang Sumbi selalu duduk termenung. Ia merasa sangat menyesal telah memukul dan membiarkan putranya pergi meninggalkannya. Setiap malam ia berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar ia dapat bertemu kembali dengan putranya. Berkat ketekunannya, Tuhan pun mengambulkan doanya. Tuhan memberinya kecantikan yang abadi agar wajahnya tidak berubah termakan oleh usia, sehingga putranya masih dapat mengenalinya.

Sementara itu di di tengah hutan belantara, Sangkuriang berjalan sempoyongan sambil memegang kepalanya yang terluka. Karena tidak kuat lagi menahan rasa sakit, akhirnya ia jatuh pingsan. Cukup lama ia tidak sadarkan diri. Betapa terkejutnya ketika ia tersadar. Ia melihat seorang tua laki-laki yang tidak pernah ia lihat sebelumnya sedang duduk di sampingnya.

“Kakek siapa? Aku ada di mana?” tanya Sangkuriang heran.

“Tenanglah, Anak Muda! Kakek adalah seorang pertapa. Nama Kakek Ki Ageng. Kakek menemukanmu sedang pingsan dan terluka parah di tengah hutan. Kamu sekarang berada di dalam gua tempat Kakek bertapa,” jawab orang tua itu.

Kemudian Ki Ageng menanyakan tentang asal-usul Sangkuriang. Namun, Sangkuriang tidak bisa lagi mengingat masa lalunya. Bahkan namanya sendiri pun ia lupa. Akhirnya, Ki Ageng memanggilnya Jaka. Ki Ageng merawat Jaka sampai lukanya sembuh dan mengajarinya ilmu bela diri dan kesaktian. Setelah beberapa tahun berguru kepada Ki Ageng, Sangkuriang pun tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan sakti mandraguna. Dengan kesaktiannya, ia dapat memanggil serta memerintahkan makhluk-makhluk halus.

Pada suatu hari, Jaka meminta izin kepada gurunya untuk pergi mencari tahu masa lalunya. Setelah mendapat restu dari Ki Ageng, berangkatlah ia menyurusi hutan. Ia berjalan mengikuti ke mana pun kakinya melangkah hingga akhirnya menemukan sebuah gubuk di tepi hutan. Karena merasa sangat haus, ia pun mampir di pondok itu untuk meminta air minum. Rupanya, penghuni pondok itu adalah seorang wanita cantik jelita yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Saat pertama kali melihat wajah wanita itu, Jaka tiba-tiba teringat kepada ibunya. Namun, ia tidak yakin kalau wanita itu adalah ibunya, karena sudah sekian lama mereka berpisah dan tentu wajahnya tidak akan secantik itu. Begitupula Dayang Sumbi, ia tidak pernah mengira kalau Jaka itu adalah putranya. Akhirnya, keduanya pun saling jatuh cinta dan bersepakat untuk menikah.

Keesokan harinya, saat akan berangkat berburu ke hutan, Jaka meminta calon istrinya untuk mengencangkan dan merapikan ikat kepalanya. Betapa terkejutnya Dayang Sumbi ketika sedang merapikan ikat kepala Jaka. Ia melihat ada bekas luka di kepala Jaka. Bekas luka itu mirip dengan bekas luka yang ada di kepala putranya yang terkena pukulannya dua puluh tahun yang lalu. Dayang Sumbi pun menanyakan tentang penyebab bekas luka itu kepada Jaka.

“Kenapa ada bekas luka di kepalamu, Jaka?” tanya Dayang Sumbi.

Jaka tidak bisa mengingat penyebab bekas luka yang ada di kepalanya. Ia hanya menceritakan kepada Dayang Sumbi bahwa ada seorang pertapa menemukan dirinya sedang pingsan dan terluka parah di tengah hutan. Mendengar cerita itu, maka yakinlah Dayang Sumbi bahwa calon suaminya itu adalah putranya sendiri, Sangkuriang.

Dayang Sumbi pun bingung. Ia tidak mungkin menikah dengan putranya sendiri. Ia berusaha untuk meyakinkan Sangkuriang bahwa dia adalah putranya. Untuk itu, ia meminta kepada putranya agar membatalkan pernikahan mereka. Namun, Sangkuriang tidak percaya pada kata-kata ibunya. Hatinya sudah terbelenggu oleh rasa cinta dan bersikeras ingin menikahi Dayang Sumbi.

Melihat sikap putranya itu, Dayang Sumbi semakin bingung dan ketakutan. Setiap hari ia berpikir untuk mencari cara agar pernikahan mereka dibatalkan. Setelah berpikir keras, akhirnya ia pun menemukan sebuah cara. Ia akan mengajukan dua syarat kepada Sangkuriang. Jika kedua syarat tersebut dapat dipenuhi oleh Sangkuriang, maka ia akan menikah dengannya. Sebaliknya, jika Sangkuriang gagal, maka pernikahan mereka pun dibatalkan. Suatu malam, Dayang Sumbi menyampaikan kedua syarat itu kepada Sangkuriang.

“Jika kamu bersikeras ingin menikahiku, kamu harus memenuhi dua syarat,” kata Dayang Sumbi.

“Apakah syaratmu itu, Dayang Sumbi? Katakanlah!” desak Sangkuriang.

“Kamu harus membuatkan aku sebuah danau dan sebuah perahu. Tapi, danau dan perahu itu harus selesai sebelum fajar menyingsing di ufuk timur,” jawab Dayang Sumbi.

“Baiklah, Dayang Sumbi! Saya menyanggupi semua syaratmu,” jawab Sangkuriang dengan penuh keyakinan.

Dengan kekuatan cinta dan kesaktiannya, Sangkuriang pun segera memanggil dan mengerahkan seluruh pasukannya yang berupa makhluk-makhluk halus untuk membantu menyelesaikan tugasnya. Setelah pasukannya siap, mereka pun menggali tanah dan menyusun batu-batu besar untuk membendung aliran air Sungai Citarum sehingga membentuk sebuah danau. Kemudian mereka menebang kayu-kayu besar untuk dibuat perahu. Saat tengah malam, Dayang Sumbi secara diam-diam mengintai pekerjaan Sangkuriang dan pasukannya. Betapa terkejutnya ia ketika melihat mereka hampir menyelesaikan semua permintaannya.

Dayang Sumbi pun gusar. Ia segera berlari ke desa terdekat untuk meminta bantuan kepada masyarakat agar menggelar kain sutra berwarna merah di arah sebelah timur tempat Sangkuriang dan pasukannya bekerja. Tak berapa lama setelah kain sutra hasil tenunan Dayang Sumbi digelar, tampaklah cahaya berwarna kemerahan di arah timur sehingga seolah-olah hari sudah pagi. Ayam jantan pun mulai berkokok saling bersahut-sahutan. Para makhlus halus yang melihat cahaya merah dan mendengar suara ayam berkokok mengira hari sudah pagi. Mereka pun segera melarikan diri dan meninggalkan perahu yang hampir selesai.

Saat mengetahui dirinya diperdaya oleh Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi murka. Dengan kesaktiannya, ia menjembol bendungan yang sudah dibuat bersama pasukannya, sehingga terjadilah banjir besar. Kemudian ia menendang perahu yang hampir selesai hingga terbang melayang dan jatuh menelungkup. Konon, perahu itu kemudian menjelma menjadi sebuah gunung yang kini dikenal dengan nama Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban perahu dalam bahasa Sunda berarti perahu yang terbalik.

Setelah peristiwa itu, Dayang Sumbi melarikan diri ke arah Gunung Putri. Setibanya di Gunung Putri, ia tiba-tiba menghilang dan berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Sementara Sangkuriang yang mengejarnya kehilangan jejak dan akhirnya sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung Berung dan menghilang ke alam gaib.

* * *

Demikian legenda Sangkuriang dari daerah Jawa Barat, Indonesia. Secara garis besar, ada dua nilai-nilai yang terkandung dalam cerita di atas, yaitu nilai moral dan nilai sosial. Nilai moral tersebut terlihat pada sikap Dayang Sumbi yang teguh (konsisten) dalam menepati janji yang telah diucapkannya, yaitu bersedia menikah dengan siapa pun yang mengambilkan gulungan benangnya, yang ternyata adalah seekor anjing. Dari sini dapat dipetik sebuah pelajaran bahwa betapa pun pahit akibat yang akan ditanggungnya, seseorang harus teguh menepati janjinya.

Nilai sosial yang terkandung dalam cerita di atas adalah bahwa di kalangan masyarakat Sunda (Jawa Barat), percintaan atau pernikahan antara ibu dengan anak (incest) merupakan perbuatan yang dilarang (haram). Sebab, jika hal tersebut terjadi, maka nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat akan hancur. Hal ini dapat dilihat pada usaha yang telah dilakukan Dayang Sumbi dalam menggagalkan pernikahannya dengan putranya sendiri, Sangkuriang. Ia mengajukan dua syarat yang diyakini mustahil dapat dipenuhi oleh Sangkuriang. Namun, ketika Sangkuriang hampir berhasil memenuhi persyaratannya, Dayang Sumbi tetap berusaha untuk menggagalkan pernikahan mereka dengan membuat suasana seolah-olah hari sudah pagi, sehingga Sangkuriang dan para pasukannya menghentikan pekerjaannya, dan usahanya berhasil. (Samsuni/sas/145/05-09)

Sumber cerita:

* Isi cerita diadaptasi dari berbagai sumber, di antaranya:
* http://www.mail-archive.com/baraya_sunda@yahoogroups.com/msg18114.html, diakses tanggal 27 Mei 2009.
* http://mappajarungi.multiply.com/journal/item/31, diakses tanggal 27 Mei 2009.
* http://id.wikipedia.org/wiki/Legenda_Sangkuriang, diakses tanggal 27 Mei 2009.
* http://members.tripod.com/~wie_2/sangkuriang.htm, diakses tanggal 27 Mei 2009.
* http://www.freewebs.com/dongengperi/Tales/dong%20indo/sankuriang.html, diakses tanggal 27 Mei 2009.
* http://www.ceritaanak.org/index.php?option=com_content&view=article&id=61:cerita-rakyat-sangkuriang&catid=36:cerita-rakyat&Itemid=56, diakses tanggal 27 Mei 2009.
READ MORE - cerita rakyat - Sangkuriang Jawa Barat - Indonesia

cerita timun mas - legenda dari jawa tengah

Timun Emas
Jawa Tengah - Indonesia
Timun Emas



Timun Mas adalah seorang gadis cantik yang baik hati, cerdas, dan pemberani. Itulah sebabnya, ia sangat disayangi oleh ibunya yang bernama Mbok Srini. Suatu ketika, sesosok raksasa jahat ingin menyantap Timun Mas. Berkat keberaniannya, ia bersama ibunya berhasil melumpuhkan raksasa jahat itu. Kenapa raksasa itu hendak memangsa Timun Mas? Lalu, bagaimana Timun Mas dan ibunya mengalahkan raksasa itu? Kisah menarik ini dapat Anda ikuti dalam cerita Timun Mas berikut ini.

* * *

Alkisah, di sebuah kampung di daerah Jawa Tengah, hiduplah seorang janda paruh baya yang bernama Mbok Srini. Sejak ditinggal mati oleh suaminya beberapa tahun silam, ia hidup sebatang kara, karena tidak mempunyai anak. Ia sangat mengharapkan kehadiran seorang anak untuk mengisi kesepiannya. Namun, harapan itu telah pupus, karena suaminya telah meninggal dunia. Ia hanya menunggu keajaiban untuk bisa mendapatkan seorang anak. Ia sangat berharap keajaiban itu akan terjadi padanya. Untuk meraih harapan itu, siang malam ia selalu berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar diberi anak.

Pada suatu malam, harapan itu datang melalui mimpinya. Dalam mimpinya, ia didatangi oleh sesosok makhluk raksasa yang menyuruhnya pergi ke hutan tempat biasanya ia mencari kayu bakar untuk mengambil sebuah bungkusan di bawah sebuah pohon besar. Saat terbangun di pagi hari, Mbok Srini hampir tidak percaya dengan mimpinya semalam.

“Mungkinkah keajaiban itu benar-benar akan terjadi padaku?” tanyanya dalam hati dengan ragu.

Namun, perempuan paruh baya itu berusaha menepis keraguan hatinya. Dengan penuh harapan, ia bergegas menuju ke tempat yang ditunjuk oleh raksasa itu. Setibanya di hutan, ia segera mencari bungkusan itu di bawah pohon besar. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan bungkusan yang dikiranya berisi seorang bayi, tapi ternyata hanyalah sebutir biji timun. Hatinya pun kembali bertanya-tanya.

“Apa maksud raksasa itu memberiku sebutir biji timun?” gumam janda itu dengan bingung.

Di tengah kebingungannya, tanpa ia sadari tiba-tiba sesosok makhluk raksasa berdiri di belakangnya sambil tertawa terbahak-bahak.

“Ha... ha... ha...!” demikian suara tawa raksasa itu.

Mbok Srini pun tersentak kaget seraya membalikkan badannya. Betapa terkejutnya ia karena raksasa itulah yang hadir dalam mimpinya. Ia pun menjadi ketakutan.

“Ampun, Tuan Raksasa! Jangan memakanku! Aku masih ingin hidup,” pinta Mbok Srini dengan muka pucat.

“Jangan takut, hai perempuan tua! Aku tidak akan memakanmu. Bukankah kamu menginginkan seorang anak?” tanya raksasa itu.

“Be... benar, Tuan Raksasa!” jawab Mbok Srini dengan gugup.

“Kalau begitu, segera tanam biji timun itu! Kelak kamu akan mendapatkan seorang anak perempuan. Tapi, ingat! Kamu harus menyerahkan anak itu kepadaku saat ia sudah dewasa. Anak itu akan kujadikan santapanku,” ujar raksasa itu.

Karena begitu besar keinginannya untuk memiliki anak, tanpa sadar Mbok Srini menjawab, “Baiklah, Raksasa! Aku bersedia menyerahkan anak itu kepadamu.”

Begitu Mbok Srini selesai menyatakan kesediaannya, raksasa itu pun menghilang. Perempuan itu segera menanam biji timun itu di ladangnya. Dengan penuh harapan, setiap hari ia merawat tanaman itu dengan baik. Dua bulan kemudian, tanaman itu pun mulai berbuah. Namun anehnya, tanaman timun itu hanya berbuah satu. Semakin hari buah timun semakin besar melebihi buah timun pada umumnya. Warnanya pun sangat berbeda, yaitu berwarna kuning keemasan. Ketika buah timun masak, Mbok Srini memetiknya, lalu membawanya pulang ke gubuknya dengan susah payah, karena berat. Betapa terkejutnya ia setelah membelah buah timun itu. Ia mendapati seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Saat akan menggendongnya, bayi itu tiba-tiba menangis.

“Ngoa... ngoa... ngoa... !!!” demikian suara bayi itu.

Alangkah bahagianya hati Mbok Srini mendengar suara tangisan bayi yang sudah lama dirindukannya itu. Ia pun memberi nama bayi itu Timun Mas.

“Cup... cup... cup..!!! Jangan menangis anakku sayang... Timun Mas!” hibur Mbok Srini.

Perempuan paruh baya itu tak mampu lagi menyembuyikan kebahagiaannya. Tak terasa, air matanya menetes membasahi kedua pipinya yang sudah mulai keriput. Perasaan bahagia itu membuatnya lupa kepada janjinya bahwa dia akan menyerahkan bayi itu kepada raksasa itu suatu saat kelak. Ia merawat dan mendidik Timun Mas dengan penuh kasih sayang hingga tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Janda tua itu sangat bangga, karena selaing cantik, putrinya juga memiliki kecerdasan yang luar biasa dan perangai yang baik. Oleh karena itu, ia sangat sayang kepadanya.

Suatu malam, Mbok Srini kembali bermimpi didatangi oleh raksasa itu dan berpesan kepadanya bahwa seminggu lagi ia akan datang menjemput Timun Mas. Sejak itu, ia selalu duduk termenung seorang diri. Hatinya sedih, karena ia akan berpisah dengan anak yang sangat disayanginya itu. Ia baru menyadari bahwa raksasa itu ternyata jahat, karena Timun Mas akan dijadikan santapannya.

Melihat ibunya sering duduk termenung, Timun Mas pun bertanya-tanya dalam hati. Suatu sore, Timun Emas memberanikan diri untuk menanyakan kegundahan hati ibunya.

“Bu, mengapa akhir-akhir ini Ibu selalu tampak sedih?” tanya Timun Mas.

Sebenarnya Mbok Srini tidak ingin menceritakan penyebab kegundahan hatinya, karena dia tidak ingin anak semata wayangnya itu ikut bersedih. Namun, karena terus didesak, akhirnya ia pun menceritakan perihal asal-usul Timun Mas yang selama ini ia rahasiakan.

“Maafkan Ibu, Anakku! Selama ini Ibu merahasiakan sesuatu kepadamu,” kata Mbok Srini dengan wajah sedih.

“Rahasia apa, Bu?” tanya Timun Mas penasaran.

“Ketahuilah, Timun Mas! Sebenarnya, kamu bukanlah anak kandung Ibu yang lahir dari rahim Ibu.”

Belum selesai ibunya bicara, Timun Mas tiba-tiba menyela.

“Apa maksud, Ibu?” tanya Timun Mas.

Mbok Srini pun menceritakan semua rahasia tersebut hingga mimpinya semalam bahwa sesosok raksasa akan datang menjemput anaknya itu untuk dijadikan santapan. Mendengar cerita itu, Timun Mas tersentak kaget seolah-olah tidak percaya.

“Timun tidak mau ikut bersama raksasa itu. Timun sangat sayang kepada Ibu yang telah mendidik dan membesarkan Timun,” kata Timun Mas.

Mendengar perkataan Timun Mas, Mbok Srini kembali termenung. Ia bingung mencari cara agar anaknya selamat dari santapan raksasa itu. Sampai pada hari yang telah dijanjikan oleh raksasa itu, Mbok Srini belum juga menemukan jalan keluar. Hatinya pun mulai cemas. Dalam kecemasannya, tiba-tiba ia menemukan sebuah akal. Ia menyuruh Timun Mas berpura-pura sakit. Dengan begitu, tentu raksasa itu tidak akan mau menyantapnya. Saat matahari mulai senja, raksasa itu pun mendatangi gubuk Mbok Srini.

“Hai, Perempuan Tua! Mana anak itu? Aku akan membawanya sekarang,” pinta raksasa itu.

“Maaf, Tuan Raksasa! Anak itu sedang sakit keras. Jika kamu menyantapnya sekarang, tentu dagingnya tidak enak. Bagaimana kalau tiga hari lagi kamu datang kemari? Saya akan menyembuhkan penyakitnya terlebih dahulu,” bujuk Mbok Srini mengulur-ulur waktu hingga ia menemukan cara agar Timur Mas bisa selamat.

“Baiklah, kalau begitu! Tapi, kamu harus berjanji akan menyerahkan anak itu kepadaku,” kata raksasa itu.

Setelah Mbok Srini menyatakan berjanji, raksasa itu pun menghilang. Mbok Srini kembali bingung mencari cara lain. Setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan cara yang menurutnya dapat menyelamatkan anaknya dari santapan raksasa itu. Ia akan meminta bantuan kepada seorang pertapa yang tinggal di sebuah gunung.

“Anakku! Besok pagi-pagi sekali Ibu akan pergi ke gunung untuk menemui seorang pertapa. Dia adalah teman almarhum suami Ibu. Barangkali dia bisa membantu kita untuk menghentikan niat jahat raksasa itu,” ungkap Mbok Srini.

“Benar, Bu! Kita harus membinasakan raksasa itu. Timun tidak mau menjadi santapannya,” imbuh Timun Mas.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, berangkatlah Mbok Srini ke gunung itu. Sesampainya di sana, ia langsung menemui pertapa itu dan menyampaikan maksud kedatangannya.

“Maaf, Tuan Pertapa! Maksud kedatangan saya kemari ingin meminta bantuan kepada Tuan,” kata Mbok Srini.

“Apa yang bisa kubantu, Mbok Srini?” tanya pertapa itu.

Mbok Srini pun menceritakan masalah yang sedang dihadapi anaknya. Mendengar cerita Mbok Srini, pertapa itu pun bersedia membantu.

“Baiklah, kamu tunggu di sini sebentar!” seru pertapa itu seraya berjalan masuk ke dalam ruang rahasianya.

Tak berapa lama, pertapa itu kembali sambil membawa empat buah bungkusan kecil, lalu menyerahkannya kepada Mbok Srini.

“Berikanlah bungkusan ini kepada anakmu. Keempat bungkusan ini masing-masing berisi biji timun, jarum, garam dan terasi. Jika raksasa itu mengejarnya, suruh sebarkan isi bungkusan ini!” jelas pertapa itu.

Setelah mendapat penjelasan itu, Mbok Srini pulang membawa keempat bungkusan tersebut. Setiba di gubuknya, Mbok Srini menyerahkan keempat bungkusan itu dan menjelaskan tujuannya kepada Timun Mas. Kini, hati Mbok Srini mulai agak tenang, karena anaknya sudah mempunyai senjata untuk melawan raksasa itu.

Dua hari kemudian, Raksasa itu pun datang untuk menagih janjinya kepada Mbok Srini. Ia sudah tidak sabar lagi ingin membawa dan menyantap daging Timun Mas.

“Hai, perempuan tua! Kali ini kamu harus menepati janjimu. Jika tidak, kamu juga akan kujadikan santapanku!” ancam raksasa itu.

Mbok Srini tidak gentar lagi menghadapi ancaman itu. Dengan tenang, ia memanggil Timun Mas agar keluar dari dalam gubuk. Tak berapa lama, Timun Emas pun keluar lalu berdiri di samping ibunya.

“Jangan takut, Anakku! Jika raksasa itu akan menangkapmu, segera lari dan ikuti petunjuk yang telah kusamapaikan kepadamu,” Mbok Srini membisik Timun Mas.

“Baik, Bu!” jawab Timun Mas.

Melihat Timun Mas yang benar-benar sudah dewasa, rakasasa itu semakin tidak sabar ingin segera menyantapnya. Ketika ia hendak menangkapnya, Timun Mas segera berlari sekencang-kencangnya. Raksasa itu pun mengejarnya. Tak ayal lagi, terjadilah kejar-kerajaan antara makhluk raksasa itu dengan Timun Mas. Setelah berlari jauh, Timun Mas mulai kecapaian, sementara raksasa itu semakin mendekat. Akhirnya, ia pun mengeluarkan bungkusan pemberian pertapa itu.

Pertama-tama Timun Mas menebar biji timun yang diberikan oleh ibunya. Sungguh ajaib, hutan di sekelilingnya tiba-tiba berubah menjadi ladang timun. Dalam sekejap, batang timun tersebut menjalar dan melilit seluruh tubuh raksasa itu. Namun, raksasa itu mampu melepaskan diri dan kembali mengejar Timun Mas.

Timun Emas pun segera melemparkan bungkusan yang berisi jarum. Dalam sekejap, jarum-jarum tersebut berubah menjadi rerumbunan pohon bambu yang tinggi dan runcing. Namun, raksasa itu mampu melewatinya dan terus mengejar Timun Mas, walaupun kakinya berdarah-darah karena tertusuk bambu tersebut.

Melihat usahanya belum berhasil, Timun Mas membuka bungkusan ketiga yang berisi garam lalu menebarkannya. Seketika itu pula, hutan yang telah dilewatinya tiba-tiba berubah menjadi lautan luas dan dalam, namun raksasa itu tetap berhasil melaluinya dengan mudah. Timun Emas pun mulai cemas, karena senjatanya hanya tersisa satu. Jika senjata tersebut tidak berhasil melumpuhkan raksasa itu, maka tamatlah riwayatnya. Dengan penuh keyakinan, ia pun melemparkan bungkusan terakhir yang berisi terasi. Seketika itu pula, tempat jatuhnya terasi itu tiba-tiba menjelma menjadi lautan lumpur yang mendidih. Alhasil, raksasa itu pun tercebur ke dalamnya dan tewas seketika. Maka selamatlah Timun Emas dari kejaran dan santapan raksasa itu.

Dengan sekuat tenaga, Timun Emas berjalan menuju ke gubuknya untuk menemui ibunya. Melihat anaknya selamat, Mbok Srini pun langsung berucap syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sejak itu, Mbok Srini dan Timun Mas hidup berbahagia.

* * *

Demikian dongeng Timun Mas dari daerah Jawa Tengah, Indonesia. Cerita di atas memberikan pelajaran bahwa orang yang selalu berniat jahat terhadap orang lain seperti raksasa itu, pada akhirnya akan celaka. Selain itu, cerita di atas juga mengandung pelajaran bahwa dengan usaha dan kerja keras segala rintangan dan cobaan dalam hidup ini dapat diselesaikan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh Mbok Srini dan Timun Mas. Berkat usaha dan kerja kerasnya, mereka dapat membinasakan raksasa jahat yang hendak memangsa Timun Mas.
READ MORE - cerita timun mas - legenda dari jawa tengah

cerita rakyat jawa timur - damarwulan dan minakjingga

LAYANAN WARNET GANANET



Minakjingga adalah Adipati Blambangan yang memiliki kesaktian tinggi. Suatu ketika, ia berencana untuk memberontak pada Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh seorang raja perempuan yang cantik jelita bernama Ratu Ayu Kencana Wungu. Sang Ratu kemudian mengadakan sayembara untuk menangkal ancaman dari Minakjingga. Salah seorang dari peserta sayembara ini adalah seorang pemuda bernama Damarwulan. Berhasilkah Damarwulan mengalahkan Minakjingga? Simak kisahnya dalam cerita Damarwulan dan Minakjingga berikut ini!

* * *

Tersebutlah seorang ratu bernama Dewi Suhita yang bergelar Ratu Ayu Kencana Wungu. Ia adalah penguasa Kerajaan Majapahit yang ke-6. Pada era pemerintahannya, Majapahit berhasil menaklukkan banyak daerah yang kemudian dijadikan sebagai bagian dari wilayah kekuasaan kerajaan yang berpusat di Trowulan, Jawa Timur, itu. Salah satu kerajaan kecil yang menjadi taklukan Majapahit adalah Kerajaan Blambangan yang terletak di Banyuwangi. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang bangsawan dari Klungkung, Bali, bernama Adipati Kebo Marcuet. Adipati ini terkenal sakti dan memiliki sepasang tanduk di kepalanya seperti kerbau.

Keberadaan Adipati Kebo Marcuet ternyata menghadirkan ancaman bagi Ratu Ayu Kencana Wungu. Meskipun hanya seorang raja taklukan, namun sepak terjang Adipati Kebo Marcuet yang terus-menerus merongrong wilayah kekuasaan Majapahit membuat Ratu Ayu Kencana Wungu cemas. Ratu Majapahit itu pun berupaya menghentikan ulah Adipati Kebo Marcuet dengan mengadakan sebuah sayembara.

“Barangsiapa yang mampu mengalahkan Adipati Kebo Marcuet, maka dia akan kuangkat menjadi Adipati Blambangan dan kujadikan sebagai suami,” demikian maklumat Ratu Ayu Kencana Wungu yang dibacakan di hadapan seluruh rakyat Majapahit.

Sayembara itu diikuti oleh puluhan orang, namun semua gagal mengalahkan kesaktian Adipati Kebo Marcuet. Hingga datanglah seorang pemuda tampan dan gagah bernama Jaka Umbaran yang berasal dari Pasuruan. Ia adalah cucu Ki Ajah Pamengger yang merupakan guru sekaligus ayah angkat Adipati Kebo Marcuet. Rupanya, Jaka Umbaran mengetahui kelemahan Adipati Kebo Marcuet. Maka, dengan senjata pusakanya gada wesi kuning (gada yang terbuat dari kuningan), dan dibantu oleh seorang pemanjat kelapa yang sakti bernama Dayun, Jaka Umbaran berhasil mengalahkan Adipati Kebo Marcuet.

Ratu Ayu Kencana Wungu sangat gembira dengan kekalahan Adipati Kebo Marcuet. Ia pun menobatkan Jaka Umbaran menjadi Adipati Blambangan dengan gelar Minakjingga. Akan tetapi, Ratu Ayu Kencana Ungu menolak menikah dengan Jaka Umbaran karena pemuda itu kini tidak lagi tampan. Akibat pertarungannya dengan Adipati Kebo Marcuet, wajah Jaka Umbaran yang semula rupawan menjadi rusak, kakinya pincang, dan badannya menjadi bongkok.

Jaka Umbaran alias Minakjingga tetap bersikeras menagih janji. Ia datang ke Majapahit untuk melamar Ratu Ayu Kencana Wungu meskipun pada saat itu ia telah memiliki dua selir bernama Dewi Wahita dan Dewi Puyengan. Lamaran Minakjingga bertepuk sebelah tangan karena sang Ratu tetap tidak sudi menikah dengannya.

Penolakan itu membuat Minakjingga murka dan memendam dendam kepada Ratu Ayu Kencana Wungu. Untuk melampiaskan kemarahannya, Minakjingga merebut beberapa wilayah kekuasaan Majapahit sampai ke Probolinggo. Tidak hanya itu, Minakjingga pun berniat untuk menyerang Majapahit. Ratu Ayu Kencana Wungu sangat khawatir ketika mendengar bahwa Minakjingga ingin menyerang kerajaannya. Maka, ia pun kembali menggelar sayembara.

“Barangsiapa yang berhasil membinasakan Minakjingga akan kujadikan suamiku!” ucap Ratu Ayu Kencana Wungu di hadapan seluruh rakyat Majapahit.

Sekali lagi, puluhan pemuda turut serta dalam sayembara tersebut, namun tidak ada satu pun yang berhasil mengungguli kesaktian Minakjingga. Hal ini membuat sang Ratu semakin cemas. Saat kekhawatiran sang Ratu semakin besar, datanglah seorang pemuda tampan bernama Damarwulan. Ia adalah putra Patih Udara, patih Majapahit yang sedang pergi bertapa. Saat itu Damarwulan sedang bekerja sebagai perawat kuda milik Patih Logender, seorang patih Majapahit yang ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayah Damarwulan.

Di hadapan sang Ratu, Damarwulan menyampaikan keinginannya mengikuti sayembara untuk mengalahkan Minakjingga.

“Ampun, Gusti Ratu! Jika diperkenankan, izinkanlah hamba mengikuti sayembara,” pinta Damarwulan.

“Tentu saja, Damarwulan. Bawalah kepala Minakjingga ke hadapanku!” titah sang Ratu.

“Baik, Gusti,” kata pemuda itu seraya berpamitan.

Berangkatlah Damarwulan ke Blambangan untuk menantang Minakjingga.

“Hai, Minakjingga! Jika berani, lawanlah aku!” seru Damarwulan setiba di Blambangan.

“Siapa kamu?” tanya Minakjingga, “Berani-beraninya menantang aku.”

“Ketahuilah, hai pemberontak! Aku Damarwulan yang diutus oleh Ratu Ayu Kencana Wungu untuk membinasakanmu,” jawab Damarwulan.

“Ha… Ha… Ha…!” Minakjingga tertawa terbahak-bahak, “Sia-sia saja kamu ke sini, Damarwulan. Kamu tidak akan mampu menghadapi kesaktian senjata pusakaku, gada wesi kuning!”

Pertarungan sengit antara dua pendekar sakti itu pun terjadi. Keduanya silih-berganti menyerang. Namun, akhirnya Damarwulan kalah dalam pertarungan itu hingga pingsan terkena pusaka gada wesi kuning milik Minakjingga. Damarwulan pun dimasukkan ke dalam penjara.

Rupanya, kedua selir Minakjingga, Dewi Wahita dan Dewi Puyengan, terpikat melihat ketampanan Damarwulan. Mereka pun secara diam-diam mengobati luka pemuda itu. Bahkan, mereka juga membuka rahasia kesaktian Minakjingga.

“Kekuatan Minakjingga terletak pada gada wesi kuning. Dia tidak akan bisa berbuat apa-apa tanpa sejata itu,” kata Dewi Wahita.

“Benar. Jika ingin mengalahkan Minakjingga, Anda harus merampas pusakanya,” tambah Dewi Puyengan.

“Lalu, bagaimana aku bisa merebut senjata pusaka itu?” tanya Damarwulan.

“Kami akan membantumu mendapatkan senjata itu,” janji kedua selir Minakjingga itu.

Pada malam harinya, Dewi Sahita dan Dewi Puyengan mencuri pusaka gada wesi kuning saat Minakjingga terlelap. Pusaka itu kemudian mereka berikan kepada Damarwulan. Setelah memiliki senjata itu, Damarwulan pun kembali menantang Minakjingga untuk bertarung. Alangkah terkejutnya Minakjingga saat melihat sejata pusakanya ada di tangan Damarwulan.

“Hai, Damarwulan! Bagaimana kamu bisa mendapatkan senjataku?” tanya Minakjingga heran.

Damarwulan tidak menjawab. Ia segera menyerang Minakjingga dengan senjata gada wesi kuning yang ada di tangannya. Minakjingga pun tidak bisa melakukan perlawanan sehingga dapat dengan mudah dikalahkan. Akhirnya, Adipati Blambangan itu tewas oleh senjata pusakanya sendiri. Damarwulan memenggal kepada Minakjingga untuk dipersembahkan kepada Ratu Ayu Kencana Wungu.

Dalam perjalanan menuju Majapahit, Damarwulan dihadang oleh Layang Seta dan Layang Kumitir. Kedua orang yang bersaudara itu adalah putra Patih Logender. Rupanya, mereka diam-diam mengikuti Damarwulan ke Blambangan. Saat melihat Damarwulan berhasil mengalahkan Minakjingga, mereka hendak merebut kepala Minakjingga agar diakui sebagai pemenang sayembara.

“Hai, Damarwulan! Serahkan kepala Minakjingga itu kepada kami!” seru Layang Seta.

Damarwulan tentu saja menolak permintaan itu. Pertarungan pun tak terelakkan. Layang Seta dan Layang Kumitir mengeroyok Damarwulan dan berhasil merebut kepala Minakjingga. Kepala itu kemudian mereka bawa ke Majapahit. Pada saat mereka hendak mempersembahkan kepala itu kepada sang Ratu, tiba-tiba Damarwulan datang dan segera menyampaikan kebenaran.

“Ampun, Gusti! Hamba telah berhasil menjalankan tugas dengan baik. Namun, di tengah jalan, tiba-tiba Layang Seta dan Layang Kumitir menghadang hamba dan merebut kepala itu dari tangan hamba,” lapor Damarwulan.

“Ampun, Gusti! Perkataan Damarwulan itu bohong belaka. Kamilah yang telah memenggal kepala Minakjingga,” sanggah Layang Seta.

Pertengkaran antara kedua pihak pun semakin memanas. Mereka sama-sama mengaku yang telah memenggal kepala Minakjingga. Ratu Ayu Kencana Wungu pun menjadi bingung. Ia tidak dapat menenentukan siapa di antara mereka yang benar. Maka, sebagai jalan keluarnya, penguasa Majapahit itu meminta kedua belah pihak untuk bertarung.

“Sudahlah, kalian tidak usah bertengkar lagi!” ujar Ratu Ayu Kencana, “Sekarang aku ingin bukti yang jelas. Bertarunglah kalian, siapa yang berhasil menjadi pemenangnya pastilah ia yang telah membinasakan Minakjingga.”

Akhirnya, mereka pun bertarung. Kali ini, Damarwulan lebih berhati-hati menghadapi kedua putra Patih Logender itu. Ia harus membuktikan kepada sang Ratu bahwa dirinyalah yang benar. Demikian pula Layang Seta dan Layang Kumitir, mereka tidak ingin kebohongan mereka terbongkar di hadapan sang Ratu.

Dengan disaksikan oleh sang Ratu dan seluruh rakyat Majapahit, pertarungan itu pun berlangsung sangat seru. Kedua belah pihak mengeluarkan seluruh kekuatan masing-masing demi memenangkan pertandingan. Pertarungan itu akhirnya dimenangkan oleh Damarwulan. Layang Seta dan Layang Kumitir pun mengakui kesalahan mereka dan dimasukkan ke penjara, sedangkan Damarwulan pun berhak menikah dengan Ratu Ayu Kencana Wungu.

* * *

Demikian cerita Damarwulan dan Minakjingga dari Banyuwangi, Jawa Timur. Kisah ini terus berkembang menjadi cerita rakyat dengan berbagai versi. Terlepas dari itu, cerita ini juga dikisahkan dalam bentuk sastra seperti dalam Serat Kanda, Serat Damarwulan, Serat Blambangan, dan sebagainya. Cerita tentang Damarwulan dan Minakjingga juga menjadi tema pertunjukan dalam pementasan teater rakyat Jawa Timur. Bahkan, legenda Damarwulan dan Minakjingga ini telah diangkat dalam film layar lebar.

Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita ini antara lain, pertama, sikap suka ingkar janji akan menimbulkan dampak yang buruk, seperti sikap ingkar janji Ratu Ayu Kencana Wungu mengakibatkan pecahnya peperangan antara Majapahit dan Blambangan. Kedua, sifat jahat, yakni suka merampas hak orang lain, terlihat pada perilaku Layang Seta dan Layang Kumitri yang merampas hak Damarwulan sebagai pemenang sayembara. Akibatnya, kedua orang licik itu pun masuk penjara.

sumber penting :/http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore.php?ac=268&l=damarwulan-dan-minakjingga#
READ MORE - cerita rakyat jawa timur - damarwulan dan minakjingga

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL - Pendidikan di Negara Republik Indonesia

LAYANAN WARNET GANANET
Ki Hajar Dewantara 

Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
.: Jalur Pendidikan                                                 .: Jalur Pendidikan Formal

Jalur pendidikan terdiri atas:                                Jenjang pendidikan formal terdiri atas:
- pendidikan formal,                                                -   pendidikan dasar, 
- nonformal, dan                                                      -   pendidikan menengah, 
- informal.                                                                -  dan pendidikan tinggi.
Jenis pendidikan mencakup:
  • pendidikan umum,
  • kejuruan,
  • akademik,
  • profesi,
  • vokasi,
  • keagamaan, dan
  • khusus.
Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. 

Pendidikan dasar berbentuk: 
  • Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta
  • Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
Pendidikan menengah terdiri atas:
  • pendidikan menengah umum, dan
  • pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk:
  • Sekolah Menengah Atas (SMA),
  • Madrasah Aliyah (MA),
  • Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
  • Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk:
  • akademi,
  • politeknik,
  • sekolah tinggi,
  • institut, atau
  • universitas.
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi. 

.: Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. 

Pendidikan nonformal meliputi: 
  • pendidikan kecakapan hidup,
  • pendidikan anak usia dini,
  • pendidikan kepemudaan,
  • pendidikan pemberdayaan perempuan,
  • pendidikan keaksaraan,
  • pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
  • pendidikan kesetaraan, serta
  • pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:
  • lembaga kursus,
  • lembaga pelatihan,
  • kelompok belajar,
  • pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
  • majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. 

.: Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
.: Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk:
  • Taman Kanak-kanak (TK),
  • Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk:
  • Kelompok Bermain (KB),
  • Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. 

.: Pendidikan Kedinasan 
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. 

.: Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan keagamaan berbentuk:
  1. pendidikan diniyah,
  2. pesantren,
  3. pasraman,
  4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
.: Pendidikan Jarak Jauh 
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
  

.: Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus   
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
**Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Sumber : Departemen Pendidikan
READ MORE - SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL - Pendidikan di Negara Republik Indonesia

SEJARAH SINGKAT HARI JADI PROPINSI JAWA TENGAH

LAYANAN WARNET GANANET

SEJARAH SINGKAT
HARI JADI PROPINSI JAWA TENGAH
Logo Jawa Tengah

GUBERNUR
H. Bibit Waluyo

WAKIL GUBERNUR
Dra. Hj. Rustriningsih, M.Si

I. SEJARAH PERKEMBANGAN PROPINSI JAWA TENGAH

Sebagai suatu Propinsi, Jawa Tengah sudah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda didasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku pada saat itu.

A. Jaman Penjajahan Belanda

Berdasarkan Wet houdende decentralisatie van het Bestuur in Nederland -Indie (Decentralisatie Wet 1903), maka pemerintahai di Jawa dan Madura terbagi atas Gewest (Karesidenan), Afdeeling/Regentschap (Kabupaten), District / Standgeemente (Kotapraja), dan Oderdistrict(Kecamatan).

B. Jaman Pendudukan Jepang

Pada masa pendudukannya, Jepang mengadakan perubahan Tata Pemerintahan Daerah yaltu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1942 (Tahun Jepang 2062) yang menetapkan bahwa seluruh Jawa kecuali Vorstenkendeh (Kerajaan-kerajaan) terbagi dalam wilayah Syuu (Karesidenan), Si (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun (Distrik), Son ConderDistrikdan Ku(Kelurahan)

C. Setelah Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Berdasarkan Pasal 18 UUD 1945, diterbitkan UU No. 10 Tahun 1950 yang menetapkan Pembentukan Propinsi Jawa Tengah. Sesual dengan PP No. 31 Tahun 1950, UU No.10 Tahun 1950, dinyatakan berlaku pada tanggal 15 Agustus 1950.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tenciab Nomor 7 Tahun 2004 ditetapkan Hari Jadi Propinsi Jawa Tengah tanggal l5 Agustus 1950.

READ MORE - SEJARAH SINGKAT HARI JADI PROPINSI JAWA TENGAH

kumpulan Koleksi Foto R.A kartini - Tanda Tangan R.A kartini

Berikut ini adalah foto - foto R.A Kartini semuanya berwarna hitam putih
foto R.A Kartini

foto R.A Kartini

foto R.A Kartini

foto R.A Kartini dan makam R.A Kartini
READ MORE - kumpulan Koleksi Foto R.A kartini - Tanda Tangan R.A kartini
 
© 2009 Layanan Online Indonesia Bisa | Powered by Blogger | Built on the Blogger Template Valid X/HTML (Just Home Page) | Design: Choen | PageNav: Abu Farhan